Rabu, 12 Desember 2012

Ibu Kreatif, Home Schooling Jadi Seru

Dalam menjalankan Home Education/home schooling, rasanya saya dituntut untuk selalu menemukan formula baru. Formula dalam merangsang minat anak-anak, resep agar semua pekerjaan selesai tanpa meninggalkan perhatian untuk anak-anak, cara mendapatkan sumber belajar yang murah dan baik, serta berbagai hal lain yang mendukung HE kami. Saya menyadari semua itu akan dapat terlaksana bila saya, sebagai eksekutor HE, memiliki kreativitas. Apa saja kreativitas yang harus dimiliki? Beberapa yang saya temukan adalah sebagai berikut:

Jumat, 09 November 2012

Profesi Seru, Siapa Mau?

Sebagai ibu rumah tangga, saya merasa harus serbabisa. Serbabisa dalam arti tidak selalu dikerjakan sendiri, tetapi menguasai masalah. Saat pompa air rusak, saya harus tau nomor kontak sang ahli. Begitu juga saat atap bocor, air got berbalik ke kamar mandi, dan sebagainya, karena biasanya masalah-masalah tersebut datang di saat suami berada di kantor. Sehingga, inbox saya pun penuh dengan kontak tukang pompa, tukang ojek, tukang reparasi, tukang becak, serta berdampingan pula dengan nomor tukang servis AC, jasa antar makanan, taksi, dan saya juga menyimpan nomor kontak tukang sayur, tukang cendol, dan lain-lain. Anak-anak pun tertawa saat melihat nomor kontak telepon genggam saya. Itulah ibu nak, manajer semua urusan, saya menjelaskan.

Di saat yang lain saya pun merasa benar-benar harus bisa menangani masalah yang saya hadapi sendiri. Saat anak-anak membutuhkan teman untuk bertukar kertas file, saat anak ke tiga memerlukan tunggangan, atau saat anak ke dua meminta perhatian ketika dia berlagak seperti musketeer. Tak ada asisten untuk itu semua, saya hanya bisa menurut kepada 'perintah' mereka dan bergaya sesuai harapan mereka.

Namun ada kalanya sayalah guru dan penjaga anak-anak. Pelajaran menyeberang jalan adalah keterampilan yang saya tekankan. Demikian juga kelincahan naik-turun angkot, karena kami termasuk bergantung kepada angkot dalam hal transportasi. Saya menyebut 'formasi menyeberang' saat kami akan menyeberang. Maka, kakak tertua akan mengambil posisi paling kiri mengapit dua adiknya. Saat naik angkot, mereka pun sudah tau sebaiknya kita mengambil tempat pojok yang 'aman'. Keterampilan lainnya adalah kemandirian. Kakak yang besar mandi dan memakai baju sendiri, sedangkan adik paling kecil dimandikan dan dipakaikan baju oleh sang kakak. Wah, apakah saya termasuk melakukan 'child abuse ya?" Semoga tidak.

Menjadi ibu, bagi saya adalah pekerjaan yang seru. Inilah saatnya kita, seorang perempuan, menumpahkan kodrat kasih sayang kita, melampiaskan sisi kepemimpinan yang kita miliki, sekaligus menyalurkan hobby yang kita senangi. Hanya pekerjaan sebagai Ibu lah menurut saya, yang bisa menyandingkan itu semua. Di saat kita sedang bosan dengan setrikaan/cucian yang menumpuk, kita bisa rehat sejenak bersama anak-anak mengumpulkan semangat. Ada kalanya insting keindahan kita, dapat kita salurkan dengan menata ruangan seindah mungkin, menghias sudut-sudut rumah, menata halaman, dan lainnya. Namun kita juga bisa menyalurkan sisi kepemimpinan kepada anak-anak dengan memberi contoh baik dan mangayomi mereka. Dan, tak lupa sekaligus menjadi isteri yang menurut kepada suami.

Dari segala pekerjaan yang pernah saya jalani, menjadi ibu bagi saya adalah seru, wanita dari mana pun, kelas ekonomi apapun, ras apa pun, bisa menjadi ibu, insyaa allooh. Inilah pekerjaan yang tak mengenal sogokan dan kelas sosial. Mudah-mudahan profesi ini bisa membawa kita ke surga, amiiin.....



Selasa, 30 Oktober 2012

Mengasah Kecakapan Emosi (Lanjutan buku karya Eileen Rachman 'Mengoptimalkan Kecerdasan Anak')

Mengasah kecakapan emosi anak bisa dilakukan dengan cara, antara lain:

1. Membiasakan anak menentukan perasaan dan tidak cepat-cepat menilai orang lain atau situasi. Misalnya seorang anak telah lama menunggu dan dia terlihat mulai tidak nyaman, maka latihlah dia menentukan perasaannya bahwa dia tidak sabar (sebagai pengganti kata 'menyebalkan' atau ungkapan kekesalan lainnya)

2. Membiasakan anak menggunakan 'rasa' ketika akan mengambil keputusan. Saat dia bingung antara ikut teman-temannya bermain di lapangan atau menemani si adik di rumah, latihlah untuk membayangkan;'seperti apa rasanya bila ikut, dan seperti apa rasanya bila tidak ikut'.

3. Mengajarkan anak menggambarkan kekhawatirannya. Saat dia melihat sebuah buku, misalnya, dan raut wajahnya berubah, tanyakan perasaannya dan mengapa ia merasa demikian.

4. Mengajak anak menyatakan kebutuhan emosinya.  Saat menelpon nenek yang berada jauh darinya, pancinglah ia mengungkapkan perasaannya, misalnya 'kangen' atau saat dia merasa gundah, ajaklah dia mengungkapkan perasaannya, apakah dia sedang bosan, mengantuk, atau yang lainnya dan cara mengatasi perasaan tersebut.

5. Mengajak anak menghormati perasaan orang lain. Saat ada anak yang hanya ingin sendirian saja saat diajak bermain bersama, ajak anak untuk menghormati keputusan temannya itu.

6. Mengajak anak merasakan energinya, bukan kemarahan. Bila anak marah, ajak dia untuk bersemangat mencari pemecahan masalahnya.  Saat melihat anak sedih karena tidak diajak bermain teman-temannya, ajak dia segera mencari solusinya dan alternatif lain yang bisa mengatasi perasaannya, misalnya membuat kerajinan, dan sebagainya.

7. Mengajak anak menunjukkan empati. Saat melihat temannya sedih karena ibunya baru saja berangkat ke kantor, latihlah anak untuk menunjukkan empatinya, misalnya mendatangi temannya itu lalu berkata 'kalau ibuku pergi, aku juga sedih'.

8. Mengajak anak tidak menggurui, memerintah, dan mengkritik. Misalnya saat sedang marah kepada anak, maka hindarilah kata-kata 'seharusnya kamu.....' atau 'masa' gitu aja nggak bisa....' dan sejenisnya.

9. Mengajak anak tidak menuntuk orang lain membuat dia merasa puas atau senang.  Mengajak anak bertanggung jawab terhadap perasaannya sendiri. Misalnya saat ada anak yang tidak mau bergantian meminjamkan ayunan, katakan kepada sianak, 'temanmu masih ingin bermain, dan tidak semua orang harus mengalah kepadamu'., kekesalannya harus ia pecahkan, mencari solusinya, misalnya mencari kegiatan lain atau bermain di rumah.

10. Mengajak anak mengelola perasaan dengan baik. Misalnya saat ia ikut Anda arisan lalu di sana dia merasa bosan, ajak dia menggali perasaan bosannya, apa penyebabnya dan bagaimana cara agar dia tidak bosan dengan tidak meninggalkan tempat tersebut.

11. Mengajak anak mementingkan hubungan dengan orang lain. Yaitu, membawa kebahagiaan dalam berhubungan (menjadi anak yang menyayangi semua orang), menunjukkan kerelaan, menunjukkan respek terhadap perasaan sesama (saat melihat temannya bangga menunjukkan mainan barunya, latih anak untk mengucapkan'kamu senang dengan mainanmu itu ya, memang bagus ya,'), menghindari orang yang defensif, negatif, dan tidak mempunyai rasa aman (saat ia tidak diperbolehkan bergabung dengan kelompok anak tertentu, ajak dia untuk mengucapkan 'ya sudah, tidak apa-apa'.

12. Mengajaka anak berani memilih dan mendengarkan perasaannya, anak boleh lebih menyukai dan bersimpati kepada orang tertentu. Saat anda mengajaknya ke rumah seorang teman Anda sedangkan dia mmeiliki rencana lain, biarkan dia mengatakan 'Aku lebih suka bermain dengan si A saat ini, karena aku sudah janji kemarin'.

13. Mengajak anak berani menentukan siapa yang menyukai dan peduli kepadanya, kemudian mendekatinya. Saat Anda bertanya mengapa anak Anda tidak mau bermain dengan temannya B, biarkan dia mengungkapkan 'Aku lebih suka C, karena dia baik sama aku'.

Kecakapan anak akan optimal bila semua potensinya dikembangkan : daya pikir, daya serap, dan emosinya.

Jumat, 19 Oktober 2012

Anak dengan Kecakapan Emosi Tinggi (lanjutan ringkasan buku ' Mengoptimalkan Kecerdasan Anak' Karya Eileen Rachman)


Anak dengan kecakapan emosi tinggi, bersikap/berperilaku:
1. Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa beradaptasi, dan kreatif.
2. Bisa berempati, memahami perasaan orang lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dalam tim.
3. Bisa bergaul dan membangun persahabatan.
4. Bosa mempengaruhi orang lain.
5. Berani bercita-cita.
6.Bisa berkomunikasi.
7. Percaya diri.
8. Bermotivasi tinggi, menyambut tantangan, mempunyai dorongan untuk maju, berinisiatif, dan optimis.
9. Bisa berekpresi dan berbahasa lancar.
10.Menyukai gambar dan cerita.
11. Menyukai pengalaman baru.
12.Teliti dan perfeksionis.
13. suka membaca tanpa didorong-dorong.
14. Mengingat kejadian dan pengalaman dengan mudah.
15. Suka belajar (dalam arti luas--tulisan saya--)
16. Rasa ingin tahu yang besar.
17. Rasa humor tinggi.
18.Aktif berfantasi dan kreatif dalam memecahkan masalah.
19. Senang mengatur dan mengorganisasi aktivitas

Kamis, 04 Oktober 2012

Mengoptimalkan Kecerdasan Anak

Mengoptimalkan Kecerdasan Anak
Disarikan dari buku Eileen Rahman "Mengoptimalkan Kecerdasan Anak"

Beberapa orang tua masih menganggap IQ adalah sebuah ukuran kecerdasan anak. Padahal, IQ hanya mengukur sebagian kecil saja dari kecerdasan anak, antara lain kemampuan matematis, membayangkan ruang, menghubungkan pola, dan semacamnya. IQ tidak bisa mengukur kreativitas, kemampuan sosial, dan kearif...
an.

Dalam buku ini dituliskan bahwa anak yang cerdas adalah anak yang bisa bereaksi secara logis dan berguna terhadap apa yang dialaminya di lingkungannya. Di dalam pikirannya, pengalaman ini diubah menjadi kata-kata atau angka. Misalnya saja ia bangun pagi dan melihat ke luar jendela awan mulai hitam, ia akan berpikir untuk menyiapkan payung/jas hujan bila hendak pergi hari itu.

Jadi, apa saja yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kecerdasan? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

1. Perkenalkan cara membaca (yang efektif--tambahan dari saya), cara belajar, dan cara mengulang. Misalnya dengan menggaris bawah kata-kata yang penting, atau membaca keras-keras, dan sebagainya. Segera betulkan bila anak salah membaca, mengulang dan menarik kesimpulan sebuah buku.

2. Tingkatkan cara belajar, cara membaca, dan cara mengulang. Bantu si anak dengan kartu belajar misalnya.

3. Perkenalkan strategi. Misalnya suatu hari jalanan begitu macet, dan Anda mengajarkan kepada anak-anak menempuh jalan tikus (strategi menghindari macet).

4. Mengambil Keputusan yang rasional. Contohnya, apabila seorang anak memiliki uang yang cukup banyak (mungkin karena tabungannya) dan dia ingin membelanjakan mainan yang cukup mahal, berilah pertimbangan rasuional yang dapat mempengaruhi keputusannya.

5.Mencetuskan ide selancar mungkin. Memancing ide anak di beberapa masalah sederhana juga baik untuk mengoptimalkan kecerdasan mereka.

6. Mindmapping. Misalnya, membiasakan anak mendeskripsikan konsep dengan cara menggambarkannya secara bebas, baik dengan kata-kata, warna, atau gambar.

7. Perbendaharaan kata-kata. Kenalkan anak kepada perbendaharaan kata yang tepat. Misalnya saat si anak bilang 'air panas' padahal airnya suam-suam kuku, katakanlah itu 'hangat' namanya.

8.Berpikir sambil membayangkan. Misalnya, ajak anak bercerita sambil membayangkan anda dan dia sedang berada di pegunungan Alpen yang dingin dan tinggi, bayangkan suasana yang ada di sana.

9. Humor.Humor ternyata juga mengoptimalkan kecerdasan anak. (Ambillah cerita-cerita nyata yang mengandung humor, bukan cerita karangan yang Anda karang agar dia tertawa--pendapat saya)

10. Menggambar. Ajak si anak menggambar sesuai khayalan dan keinginannya. (dengan memperhatikan aturan-aturan syar'i nya--pendapat saya)

11. Berpikir kritis. Ajak si anak memperhatikan gejala di sekitar mereka, mengamati kupu-kupu, bagaimana perbedaannya dengan ngengat.

12. Asosiasi. Misalnya saat melihat awan sore hari yang begitu macam-macam bentuknya, ajak si anak membayangkan bentuk awan tersebut.

13. Tantangan. Ajak si anak dengan tantangan menaklukkan kode rahasia buatan Anda, atau berlomba membersihkan mainan.

14.Permainan. Ajak mereka bermain dampu bulan, congklak, lompat tali, dan sebagainya, perkenalkan pada aturan-aturannya.

15. Mainan. Beberapa mainan juga bisa mengoptimalkan kecerdasan anak, misalnya alat-alat dapur yang digunakan untuk bermain jual-jualan.

Semoga bermanfaat--saya.

Rabu, 03 Oktober 2012

Aku Suka Singkong, Kau Suka Keju


Beberapa kali saya cukup 'resah' dengan pertanyaan-pertanyaan orang-orang di sekitar saya masalah pergaulan anak-anak. Dibilang nanti  nggak  bisa gaul, kurang sosialisasi, susah membaur, dan semacamnya. Saya tidak bisa berani menjawab, tetapi saya tetap berkeyakinan Insyaa Allooh pilihan kami untuk menjalankan HE adalah sebuah keputusan yang cocok untuk keluarga kami.

Perlahan, saya mulai bisa menemukan jawaban atas keresahan itu. Di usia 3 tahunan, anak pertama saya adalah anak yang sangat sulit berbaur, seperti takut dengan suasana ramai, terlihat susah 'bersosialisasi'. Dengan izin Allooh Subhaanahu Wa ta'ala perlahan dia terlihat menjadi anak yang mudah bergaul, seiring bertambah usianya.

Keresahan saya reda. Tak disangka, saya menemukan fakta lain dari anak-anak yang HE. Menurut pengamatan saya, mereka anak-anak HE yang saya amati adalah anak-anak yang memiliki identitas diri yang kuat, tak mudah dipengaruhi orang lain (dalam hal kepribadian) dan mampu menghargai perbedaan yang dimiliki setiap anak.

Teman H rajin dan kuat hafalannya, yang lainnya cerdas dalam hal pengetahuan umum. Ada yang pintar berhitung, ada yang suka menulis, berolahraga, melukis, membuat kerajinan tangan. Di saat mereka bertemu dalam satu forum, semuanya berbaur dengan identitas masing-masing. Tak ada yang lebih pintar dari yang lain, ini hanya masalah diferensiasi minat yang mengandung kesetaraan. Anak saya mengakui beberapa kelemahannya, tetapi ia juga menyadari kekuatan dirinya. Dia senang dengan kelebihannya, dan saya mendorongnya untuk terus berkembang.

Cara bergaul anak-anak HE kami sungguh luar biasa. Tak ada yang merasa iri dengan kemampuan dan hal lain yang dimiliki teman lain. Tak ada rengekan minta dibelikan tempat pensil Cibi yang sedang tren, atau tas model tertentu yang sedang tren. Mereka berkembang dengan identitas mereka sendiri, yang tentunya melalui pengarahan orang tua dan taufiiq dari Allooh. Maka, tak ada masalah untuk anak-anak ini akankah diterima di genk tertentu atau tidak. Bila mereka tidak boleh/dilarang bermain oleh anak tetangga misalnya, ya sudah, pulang saja.

Identitas diri merupakan modal yang baik untuk pembentukan kepercayaan diri seorang anak. Seorang anak yang mudah terbawa pengaruh lingkungan/media massa bisa jadi karena dia bingung dengan cara yang benar untuk menjalani kehidupannya. maka, janganlah sia-siakan saat anak-anak berada di bawah pengasuhan orang tua, utnuk selalu menanamkan nilai-nilai yang tepat tentang akhlak, akidah, dan lainnya. Alloohu a'lam.

Sabtu, 25 Agustus 2012

Bu, Maksudku.......

Ada yang mengatakan, komunikasi sebenarnya lebih dari sekedar ucapan verbal/bahasa lisan. Komunikasi juga berarti tatapan mata, intonasi suara, cara menggerakkan tubuh, dan sebagainya. Komunikasi seperti ini biasa juga disebut komunikasi nonverbal. Ada beberapa jenis komunikasi nonverbal:

1. Paralingustik
Bahasa sederhanaya adalah bagaimana cara sebuah kata diucapkan. Seorang anak mengucapkan sesuatu dengan terbata-bata, mungkin menunjukkan suatu perasaan takut, merasa bersalah, dan sebagainya.

2.Jarak/Proxemics
Maksudnya, bagaimana seseorang/seorang anak mengambil jarak dengan lawan bicaranya. Seorang yang akrab tentu akan mengambil jarak yang dekat dengan lawan bicara. Bila suatu hari seorang anak berbicara dengan Anda, tetapi ia tidak mau dekat-dekat, berarti iamengkomunikasikan sesuatu yang tidak bisa ia ucapkan. Mungkin ia malu, tidak nyaman, marah, dan sebagainya.

3. Sentuhan/heptics
Saat anak Anda sedih, lalu Anda mengusap-usap punggungnya, itu akan mengurangi sedikit kesedihannya. Saat ia selesai mencuci piring bekas makannya, lalu Anda mengusap keningnya sambil tersenyum lebar, itu akan bermakna besar baginya. Saat ia tak mau sedikit pun disentuh, mungkin ada masalah dengan saudara kandungnya/temannya.

4.Tatapan Mata
Kebiasaan anak saya, saat ia berbuat sesuatu yang tidak saya inginkan, bisa saya lihat dari pandangan matanya yang sedikit membuang dari tatapan saya. Saat ia merasa tersanjung, matanya akan dipincingkan sebelah. Saat marah, tentu berbeda lagi. Dengan kedekatan yang Anda bangun sejak mereka dalam kandungan, insyaa allooh Anda bisa membedakan tiap sinyal ini.

5.Gerakan tubuh
Perhatikan bagaimana anak-anak menggerakkan tubuhnya saat mereka ditanya "apakah kamu senang hari ini ?" Anggukan yang disertai ucapan dan gerakan ceria lainnya bisa meyakinkan Anda bahwa mereka benar-benar senang, tetapi gerakan yng lambat dan kurang antusias dengan jawaban 'ya' yang pelan tentu harus ditelusuri dulu kebenarannya. Tak jarang, saat marah karena si sulung belum juga mandi/membereskan mainannya, saya hanya perlu satu atau dua gerakan jari yang lebih ampuh dari perintah lisan.

6. Sikap tubuh
Berbeda dari gerakan tubuh, sikap tubuh menunjukkan bagaimana seorang anak terlihat secara umum. Saat ia pulang dari bermain sambil menghentak-hentak kai, berarti ada sesuatu, saat ia duduk dengan mengangkat kedua kakinya dan dilipatnya dengan kedua tangannya, dia juga mengkomunikasikan sesuatu, segera dekati, dan lakukan pendekatan yang tepat.

7.Ekspresi wajah
Komunikasi melalui wajah seorang anak sangatlah jujur. Seorang anak belum mengenal yang disebut 'impression management'. Tidak seperti orang dewasa yang bisa membuat-buat kean di wajahnya agar bisa nampak menunjukkan sesuatu.

Mengapa perlu mengenali bahasa nonverbal anak-anak? Ada beberapa alasan:

1. Karena seorang anak sulit mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Mungkin karena dia sendiri tidak mengetahui dengan pasti perasaannya, atau tidak tau kata yang tepat untuk mewakili perasaannya. Maka muncullah bahasa nonverbalnya, dengan arahan yang tepat, Anda sebaiknya menggali dan membantu anak mengenali perasaannya.

2. Bahasa Nonverbal lebih efektif. Saat Anda dalam keadaan sangat marah, karena ulah sang Anak, dan Anda hanya mengatakan "kakak, masuk!" dengan suara yang dalam,tertahan dan telunjuk mengacu ke kamar, sang anak akan merasa bahwa anda benar-benar marah atas kesalahannya. Bandingkan jika Anda harus marah-marah dengan mengeluarkan banyak kata.

3. Bahasa Nonverbal menunjukkan kebenaran perasaan. Ada yang mengatakan, lebih dari 70 % komunikasi seseorang adalah bahasa nonverbal. Saat si anak pulang dari bermain dengan wajah muram lalu memeluk Anda, maka Anda harus meyakini bahwa terjadi sesuatu di luar, walaupun mulutnya berucap ia baik-baik saja. Sebaliknya. Anda akan ditiru dari perbuatan Anda. Saat Anda mengatakan makan dan minumlah dengan tangan kanan, tetapi mereka masih melihat Anda melakukannya dengan tangan kiri, mereka akan lebih emmpercayai contoh perbuatan Anda

Semoga tulisan ini berguna, dan mohon koreksinya. terima kasih.

*Diambil dari ingatan masa kuliah dan beberapa sumber

Sabtu, 28 Juli 2012

Menanam di Musim yang Tepat, Menuai Saat Masak

Di awal perjalanan HE kami, saya tak bisa memungkiri bahwa saya seringkali terburu-buru dalam hal 'memberikan' pelajaran kepada anak-anak dan terburu-buru pula saat ingin segera melihat apakah anak saya memahami pelajaran tersebut atau belum. Akibatnya, anak pertama sempat mengatakan tidak menyukai metode yang saya terapkan, dan dia juga tidak suka bila di 'test'.

Sabtu, 07 Juli 2012

Mengikat Ilmu

Perjalanan belajar kami mulai memasuki varian baru. Ini bukan mengada-ada, kami memang mengalami beberapa kali pasang-surut dalam menjalankan home education. Di awal pelaksanaan HE kami, saya membuat jadwal ketat jam per jam serta materi yang harus mereka pelajari. Hal ini tampaknya memberi sedikit kepuasan untuk saya, karena beberapa target yang dicanangkan tampak bisa dipenuhi sedikit demi sedikit. Tetapi, apakh hal ini cocok untuk anak-anak, para pelaku utama proses ini?

Senin, 30 April 2012

Kau Sudah Siap, Nak!

Beberapa pekan ini Aisyah terlihat senang mencorat-coret, membuka-buka buku, membaca dengan mengarang, tekun mengisi lembar kerja hasil coretan kakaknya. Ya, dia telah siap memulai Homeschooling nya. Yang saya maksudkan, dia mulai siap memasuki babak baru perjalanan belajarnya.



Minggu, 25 Maret 2012

Ayah, Ibu, Jangan Lepaskan Aku Dulu!

Anak pertama kami adalah seorang anak yang pemalu, dulu. Sampai usia 3 tahun, dia nyaris tidak pernah keluar rumah, bermain dengan anak kecil lain sebatas bertemu di depan halaman rumah, atau anak-anak tetangga yang main ke rumah kami. Hal ini terjadi karena anak pertama memang terlihat kurang nyaman dengan suasana ramai dan orang-orang baru, selain keberadaan kami yang berpindah-pindah.

Rabu, 14 Maret 2012

Kebahagiaan Kami yang Sederhana

Kehangatan keluarga, suasana rumah yang nyaman, dan orang tua yang tanggap terhadap kebutuhan, merupakan kebahagiaan yang menjadi dambaan setiap keluarga. Hal-hal tersebut juga menjadi dambaan kami, selain juga menjadi salah satu kunci sukses melaksanakan Home Education. Setiap keluarga tentunya memiliki versi kebahagiaan masing-masing sesuai visi keluarga mereka.

Jumat, 09 Maret 2012

Ayah, Terus Bermainlah!

Salah satu kunci sukses menjalankan Home Education/Home Schooling adalah kesamaan visi antara ayah dengan ibu, serta kerja sama yang baik di antara keduanya. Dengan kata lain, orang tua harus mampu bersinergi demi melancarkan proyek luar biasa tersebut. Bila hanya ibu yang bermimpi tinggi, sementara sang ayah tidak setuju dengan ide/gagasan HE/HS, sang ibu tampaknya membutuhkan usaha keras untuk mewujudkan impian tersebut.

Senin, 05 Maret 2012

Telat Tiga Bulan, Nih

Selama beberapa waktu, ritme kehidupan kami sedikit berubah. Sesi pagi yang biasanya diisi dengan bercerita, prakarya, dan sebagainya, nyaris tak kami jalani. Salah satu alasannya adalah karena saya sedang sibuk dengan 'mainan' baru saya, berjualan dengan sistem 'online'.

Minggu, 12 Februari 2012

Biasa Tak Biasa

Sejak Sekolah Dasar (SD), saya sudah terbiasa memiliki pilihan yang berbeda dengan teman-teman lain seusia saya. Di saat teman-teman saya berjalan kaki berangkat ke sekolah, saya harus berangkat lebih pagi karena harus berebut angkot untuk sampai ke sekolah, apalagi jumlah angkot pada tahun itu terbilang sedikit. Tak hanya itu, di dalam angkot pun orang-orang yang melihat saya berjilbab (saat itu anak SD menggunakan jilbab adalah hal yang tak wajar) tampak begitu memperhatikan. Bahkan ada yang pernah bertanya apakah saya kepanasan menggunakan kerudung.

Senin, 06 Februari 2012

Antara Dokter Spesialis dengan Penjahat Spesialis

Pernah mendengar istilah "Perampok spesialis nasabah bank", atau "Perampok spesialis kendaraan bermotor", atau "Kejahatan hipnotis", dan sejenisnya? Bagaimana dengan istilah "Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan", "Dokter Spesialis Anak" atau "Dokter Spesialis Ginjal", "Dokter Spesialis Pencernaan", dan seterusnya? Istilah-istilah ini sama-sama menunjukkan sebuah pekerjaan dalam lingkup yang sempit, tetapi sebagai konsekuensinya, mereka memiliki keahlian yang mendalam di bidangnya.

Kamis, 26 Januari 2012

Jadi 'Tukang' Insinyur


Saya memiliki 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Sejak anak pertama dan kedua lahir, saya tak pernah mengenal mainan-mainan laki-laki, dan oleh karena itu juga mungkin saya tak pernah bisa memahami apa sisi menarik dari sebuah mobil-mobilan, bola, kereta, truk, dan sebagainya. Sejak anak-laki-laki kami mengenal alat-alat transportasi, barulah saya paham mengapa mesin-mesin berat, truk-truk besar, serta alat-alat ransportasi lainnya begitu menarik bagi mereka.

Senin, 16 Januari 2012

Saat Home Schooling Harus 'Reses'

Menjalani keseharian bagi keluarga pesekolah rumah tak ada bedanya dengan keluarga lain. Hanya saja, intensitas bertemu kami lebih sering, dan oleh karena sebab itu pula salingketergantungan dan membutuhkannya juga lebih tinggi. Ahad kemarin akhirnya kami berkumpul kembali dalam suasana sehat dan segar, alhamdulillah. Setelah dua minggu satu per satu dari kami sakit, akhirnya kami 'kembali' segar dengan suasana favorit kami.

Rabu, 11 Januari 2012

Dampak Melaksanakan Home Schooling

Segala sesuatu yang saya tuliskan tentang HS terasa indah, tak mungkin sesuatu itu tak memiliki sisi lain selain keindahan. Pada tulisan kali ini saya mencoba merangkum pengalaman pribadi saya berkaitan dengan HS kami. Beberapa dampak yang mungkin timbul jika Anda menjalani HS antara lain:

Sabtu, 07 Januari 2012

Belajar yang Membahagiakan

Seorang teman bertanya kepada saya: "Apakah kamu pernah menjelaskan kepada anak-anakmu mengapa mereka tidak kamu masukkan ke sekolah?"Saya bingung juga menjawabnya. Anak saya justru heran mengapa teman-temannya itu mau saja disuruh sekolah?"Enakan belajar di rumah, bisa milih sendiri mau belajar apa, dimana, sambil ngapain.Kok, pada nggak belajar di rumah aja sih Bu?